Dzikir dalam bahasa arab berarti mengingat dan di dalam Al-Qur’an diartikan sebagai mengingat Allah.
Hal ini bisa dilihat dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya” (Al-‘Ahzab : 41)
Di dalam Al-Qur’an tidak disebutkan kapan waktu khusus untuk berdzikir (mengingat) Allah.
Akan tetapi yang sering adalah perintah untuk berdzikir (mengingat) Allah kapanpun, tidak bergantung pada waktu.
Setiap orang yang beriman diwajibkan untuk senantiasa berdzikir, karena jika lalai dalam berdzikir, maka ia termasuk dalam orang-orang yang merugi, seperti dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi” (Al-Munafiquun : 9)
Sedangkan kata wirid sebenarnya adalah berasal dari bahasa Melayu yang berarti diulang-ulang.
Awal mula pemakaian kata wirid, adalah pada saat penyebaran agama Islam di Nusantara.
Wirid digunakan sebagai kata untuk menjelaskan tata cara pembacaan kalimat-kalimat Allah yang dilakukan secara berulang-ulang, di waktu-waktu tertentu, dengan tujuan tertentu (hajat).
Hal ini masih bisa dilihat pada para pelaku tarikat yang membaca kalimat-kalimat Allah tertentu seperti Laa ilaaha illallaah.
Jadi sebenarnya perbedaan antara kata Dzikir dan Wirid hanya pada waktu dan tujuannya.
Dzikir dilakukan kapan saja dan bertujuan murni untuk mengingat Allah. Sedangkan Wirid diartikan sebagai ritual mengucapkan kalimat Allah di waktu-waktu tertentu dengan tujuan tertentu seperti hajat.
Karena ada waktu dan tujuan tertentu, maka diperlukan guru pembimbing, selayaknya obat yang bila terlalu berlebihan atau terlalu sedikit, maka tidak memberi manfaat, malah menjadi bala’ bagi pengamalnya.
Lalu bagaimanakah hukumnya dengan wirid, sebagai sebuah amalan ibadah?
Jika disandarkan dengan hadits berikut:
“Rasulullah bersabda : ‘Sesungguhnya aku berkata bahwa kalimat : ‘Subhanallah, wal hamdulillah, wa Laa Ilaaha Illallah, wallahu akbar’ (Maha Suci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan Allah Maha Besar) itu lebih kusukai daripada apa yang dibawa oleh matahari terbit.” (HR Bukhari dan Muslim)
Maka berarti wirid termasuk ibadah yang diperbolehkan, selama sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah dan selama tidak melanggar perintah Allah (menggunakan Asmaul Husna).
Macam Wirid
Definisi wirid disini mencakup berbagai doa atau kalimat yang dibaca di berbagai kesempatan baik setelah sholat atau dikala punya hajat penting dan sebagainya.
Perlu diketahui pembagian wirid agar kita sendiri bisa mengira-ngira apa fungsi, dosis dan waktu yang afdhol dalam mengamalkan wirid tersebut.
Ada dua jenis wiridatauhizib yang dibagi berdasarkan asalnya :
1. Ma’tsur, di ambil dari al-Qur’an atau Hadits Nabi SAW secara literal atau boso bulenya letterlijk.