NABI KHIDIR MENYADARKAN IBRAHIM IBN ADHAM

Diposting pada

Kami sangat gembira dan berkata “Alhamdulillah, sesungguhnya perjalanan kita telah diridhai Allah, dan yang mencari telah mendapatkan yang dicari, karena bukankah manusia suci sendiri telah datang untuk menyambut kita’. Tapi, saat itu juga berserulah sebuah suara di dalam diri kami: “Kalian pendusta dan berpura-pura!

Demikianlah kata-kata dan janji kalian dahulu? Kalian lupa pada Ku dan memuliakan yang lain. Binasalah kalian! Aku tidak akan membuat perdamaian dengan kalian sebelum nyawa kalian ku cabut sebagai pembalasan dan sebelum darah kalian ku tumpahkan dengan pedang kemurkaan!” Manusia-manusia yang engkau saksikan terkapar di sini, semuanya adalah korban dari pembalasan itu.

Wahai  Ibrahim ibn Adham, berhati-hatilah engkau! Engkau pun mempunyai ambisi yang sama. Berhati-hatilah atau menyingkirlah jauh-jauh!.”
Aku sangat gemetar mendengar kisah itu. Aku bertanya kepada nya :”Tetapi mengapakah engkau tidak turut dibinasakan?”
“Kepadaku dikatakan : Sahabat-sahabatmu telah matang sedang engkau masih mentah.

Biarlah engkau hidup beberapa saat lagi dan segera akan menjadi matang. Setelah matang engkau pun akan menyusul mereka.”.
Setelah berkata demikian ia pun menghembuskan nafasnya yag terakhir.

Empat belas tahun lamanya Ibrahim mengarungi padang pasir, dan selama itu pula ia selalu berdoa dan merendahkan diri kepada Allah. Ketika, hampir sampai ke kota Mekkah, para sesepuh kota hendak menyambutnya, Ibrahim mendahului rombongan agar ridak seorang pun dapat mengenali dirinya.

Hamba-hamba yang mendahului para sesepuh tanah suci melihat Ibrahim, tetapi karena belum pernah bertemu dengannya, mereka tak mengenalnya. Setelah Ibrahim begitu dekat, para sesepuh itu berseru : “Ibrahim bin Ad-ham hampir sampai. Para sesepuh tanah suci telah datang menyambutnya.”
“Apakah yang kalian inginkan dari si bid’ah itu?” tanya Ibrahim kepada mereka.

Mereka langsung meringkus Ibrahim dan memu_kul1nya.
“Para sesepuh tanah suci sendiri datang menyambut Ibrahim tetapi engkau menyambutnya bid’ah?” hardik mereka.
“Ya, aku katakan bahwa dia adalah seorang bid’ah”, Ibrahim mengulangi ucapannya.

Ketika mereka meninggalkan dirinya, Ibrahim berkata pada dirinya sendiri: “Engkau pernah menginginkan agar para sesepuh itu datang menyambut kedatanganmu, bukankah telah engkau peroleh beberapa pukulan dari mereka? Alhamdulillah, telah kusaksikan betapa engkau telah memperoleh apa yang engkau inginkan!”
Ibrahim menetap di Mekkah. Ia selalu dikelilingi oleh beberapa orang sahabat dan ia memperoleh nafkah dengan memeras keringat sebagai tukang kayu.

 Ibrahim ibn Adham Dikunjungi Putranya.

Ketika berangkat dari Balkh, Ibrahim bin Adham meninggalkan seorang putera yang masih menyusui. Suatu hari, setelah si putera telah dewasa, ia menanyakan perihal ayahnya kepada ibunya.
“Ayahmu telah hilang!”. Si ibu menjelaskan.
Setelah mendapat penjelasan ini, si putera membuat sebuah maklumat bahwa barang siapa yang bermaksud menunaikan ibadah haji, diminta supaya berkumpul. Empat ribu orang datang memenuhi panggilan ini.

BACA JUGA:  NABI KHIDIR MENGUNJUNGI SYAIKHONA KHOLIL BANGKALAN

Kemudian ia lalu memberikan biaya makan dan unta selama dalam perjalanan kepada mereka itu. Ia sendiri memimpin rombongan itu menuju kota Mekkah. Dalam hati ia berharap semoga Allah mempertemukan dia dengan ayahnya. Sesampainya di Mekkah, di dekat pintu Masjidil Haram, mereka bertemu dengan serombongan sufi yang mengenakan jubah kain perca.
“Apakah kalian mengenal Ibrahim ibn Adham?” si pemuda bertanya kepada mereka.
“Ibrahim bin Adham adalah sahabat kami. Ia sedang mencari makanan untuk menjamu kami.”

Pemuda itu meminta agar mereka sudi mengantarkannya ke tempat Ibrahim saat itu. Mereka membawanya ke bagian kota Mekkah yang dihuni oleh orang-orang miskin. Di sana dilihatnya betapa ayahnya tanpa alas kaki dan tanpa menutup kepala sedang memikul kayu bakar.

Air matanya berlinang tapi ia masih dapat mengendalikan diri. Ia lalu membuntuti ayahnya sampai ke pasar. Sesampainya di pasar si ayah mulai berteriak-teriak : “Siapakah yang suka membeli barang yang halal dengan barang yang halal?!”

Seorang tukang roti menyahuti dan menerima kayu api tersebut dan memberikan roti kepada Ibrahim. Roti itu dibawanya pulang lalu disuguhkannya kepada sahabat-sahabatnya.

Si putera berpikir-pikir dengan penuh kekuatiran : “Jika kukatakan kepadanya siapa aku, niscaya ia akan melarikan diri.” Oleh karena itu ia pun pulang meminta nasihat dari ibunya, bagaimana cara yang terbaik untuk mengajak ayahnya pulang. Si Ibu menasehatkan agar ia bersabar hingga tiba saat melakukan ibadah haji.

Setelah tiba saat menunaikan ibadah haji, sang anak pun pergi ke Mekkah. Ibrahim sedang duduk beserta sahabat-sahabatnya.
“ Hari ini di antara jama’ah haji banyak terdapat perempuan dan anak-anak muda.” Ibrahim menasehati mereka. “Jagalah mata kalian.”

Semuanya menerima nasehat Ibrahim itu. Para jama’ah memasuki kota Mekkah dan melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah, Ibrahim beserta para sahabatnya melakukan hal yang serupa. Seorang pemuda yang tampan menghampirinya dan Ibrahim terkesima memandanginya.