Daftar Isi
Menelusuri Jejak Manusia Makrifat

Rasul saw, juga menegaskan agar tetap kokoh dengan janji, sebagaimana Ibnu Ummi Abd ra, memegangnya. Dalam hal inilah tumbuh hikmah terpadu antara cinta sahabat dan keluarga Nabi. Rahasia yang dijumpai dalam diri para ‘arifun yang berselaras.
Dan Nabi saw, menjadikan kebenaran mengikuti jejaknya dengan cara mengikuti jejak dua tokoh besar semoga Allah meridhoi keduanya, dan mengintegrasikan dua kekuatan dengan memegang teguh janji.
Apabila seorang hamba mengikuti jejaknya maka ia akan dapat petunjuk. Dan siapa yang mendapatkan petunjuk berarti telah memegang teguh janjinya Allah swt.
Disinilah dimengerti bahwa kema’rifatan itu tidak lain ialah dengan cara demikian? Siapa yang meraih petunjuk melalui petunjuk Nabi Muhammad saw, dan mengikuti jejaknya, berpegang teguh dengan janjinya, maka ia telah menghadap Allah Ta’ala dan mengesampingkan yang lainnya.
Dalam hadits disebutkan, bahwa Allah swt berfirman, “Wahai dunia! Apakah seseorang yang berbakti kepadaku itu pembantuKu, dan apakah orang yang berbakti kepadamu itu telah berbakti kepadaKu?”
Maka, bukan disebut orang yang bercita luhur, ialah orang yang sibuk dengan sesuatu yang didalamnya ada pengaruh hawa nafsu.
Dalam karakteristik Nabi saw. Yang luhur dan mulia, Allah swt berfirman:
“Matahati tak pernah menyimpang dan tak pernah khianat.”
Seorang hamba tak pernah sampai kepada Allah swt, sampai dirinya putus dari hasrat-hasrat duniawi dan apa yang ada di dalamnya, berupa kemewahan dan kenikmatannya, santai dan kesenangannya, bahkan sampai ia harus melampaui kesenangan interaktif kemakhlukan berupa indahnya pergaulan dan pujian dari mereka.
Allah swt menciptakan semua itu sebagai ujian bagi orang yang ingin menyendiri (dari segala hal selain Allah swt.), hingga disaat ia berpaling pada selain Allah, akan tercela dalam pengakuannya, lalu ia terlempar dalam wadah kerugian besar.
Maka, betapa banyak mereka yang ter-Istiqdroj karena nikmat, terhijab dari Sang Khaliq, alpa dari kebenaran, bodoh terhadap pengetahuan jiwa, pagi hingga sore dalam kerugian demi kerugian dan siksaan. Tampaklah pada dirinya dari sisi Arasy, sesuatu yang menyiksa padanya yang belum pernah mereka duga.
“Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.” (Az-Zumar: 47)
Di antara cita yang luhur antara lain apa yang dikatakan kepada abu Abdullah: “Jika Allah memberikan kepadamu dunia seisinya, apa yang anda lakukan?”
“Kalau bisa, akan aku jadikan satu suapan, kemudian aku timpakan pada mulut si kafir, pasti akan aku lakukan!” jawabnya.
“Kenapa?”
“Karena Allah swt marah pada orang kafir dan pada dunia secara bersamaan. Lalu aku pun bebuat demikian, agar menimpa pada masing-masing yang terkena amarah.”
Lalu beliau mengisahkan kisah yang benar, bahwa seorang raja Hirah (nama sebuah kota) mengutus untuk mengirimkan tujuh kantong berat berisi gandum. Pada saat itu Syeikh sedang berada di Hirah dengan para muridnya, lantas makanan disajikan oleh para pembantunya.
Syeikh Abu Abdullah berkata padanya, “Kasihkan semuanya yang ada (tersisa) kepada seluruh orang miskin. “
“Tidak mungkin, semua pintu tertutup,” kata sang pembantu.
“Kalau begitu bawa saja ke orang-orang Majusi yang jadi tetangga kita…” kata Syeikh.
“Saya takut ancaman siksa Allah Ta’ala karena meninggalkan perintahNya..”
Toh kami akhirnya mmberikan juga kepada kaum Majusi. Tiba-tiba dini hari mereka datang dan bertanya, “Apa hikmah pemberian anda pada kami, padahal kami berbeda dan kontra dengan anda?”