Ada kisah dari seorang kyai yang bercerita sambil menangis seduh bahwa pengemis yang dijumpainya siang itu ternyata adalah nabi khidir. Sang kyai itu tiba dari luar kota dengan naik bis, setiba di terminal uangnya habis untuk membeli kitab dan hanya tinggal sekitar Rp. 2500,- untuk naik angkot dan naik becak menuju pondok. Siang itu ketika berada diatas angkot ada seorang pengemis yang datang menghampiri kyai di dalam angkot yang lagi ngetime. Sang kyai pun memberi uang receh, namun sang pengemis menolak dan meminta uang 2500 yang ada di dalam kantong sang kyai. Sang kyai diam dan mengacuhkannya hingga pengemis tadi diusir oleh supir angkot tersebut.
Malam hari dalam mimpi Nabi khidir hadir dan berkata “kamu ini pelit, takut gak pulang padahal temanmu banyak dan kamu juga kyai, tinggal telepon pasti banyak yang mau nganterin atau jemput. lagian tidak pantas kyai kok naik angkot”.
Nabi khidir memang hadir dalam wujud aneh yang tak terduga, wujud yang menggambarkan diri kita sebenarnya. Jika merasa suci maka akan ditampakkan wujud yang terlihat hina, jika merasa pintar maka akan ditampakkan dalam wujud yang terlihat bodoh dan gila jika mersa bersih maka akan ditampakkan wujud yang kotor dan ashor, begitu seterusnya. Orang yang mengharap perjumpaan dengan Khidir namun dalam hatinya masih memandang kesucian diri, kesombongan amal dan merasa lebih baik dari manusia yang lain maka tak akan dapat menemui khidir dalam pengembaraan spiritualnya, kalaupun dapat bertemu akan berakhir sesal Karena acuh tak menyangka dengan sosok yang ia jumpa. Itulah mengapa ketika Musa merasa bahwa ia adalah manusia yang paling sholeh dan alim di hadapkan untuk bertemu dengan khidir oleh Allah.
Kondisi spiritual seperti itu akan terus terjadi sampai tahap dakian hati tiada lagi memandang rendah dan hina manusia yang lain, penuh tawadhu’ seperti yang pernah didefinisikan oleh abu yazid al busthomi bahwa “tawadhu’ itu jika engkau merasa bahwa tidak ada manusia lain yang lebih jelek dan lebih hina selain dirimu”.
Teringat kisah sayidina Adenan, usai menamatkan sekolahnya di madrasah sang ayah, beliau berpamitan kepada ayahnya untuk berangkat mengamalkan ilmu di kota Aden (Yaman). Namun sang ayah meminta kepadanya satu syarat ringan dan harus malam itu juga untuk dibawakan mahluk yang lebih rendah dan lebih hina dari sayidina Adenan. Karena syarat itu dirasa mudah, maka bergegaslah sayidina Adenan mencari orang atau mahluk yang lebih rendah darinya.
Beliau diperjalanan berjumpa dengan seorang PSK dan hendak membawa PSK ini kehadapan ayah karena lebih rendah dari dirinya, namun niatan itu urung karena beliau teringat kisah PSK yang masuk surga karena memberi minum anjing kehausan dengan sepatunya, bagaimana denganku jika amalku tak mendapat ridhonya sedang Allah meridhoi satu saja amalnya, gumamnya. Kemudian berjalan lagi dan bertemu dengan maling yang dikejar oleh orang ramai, beliau ikut mengejar dan merasa bahwa maling itu pasti lebih hina darinya Karena telah menyusahkan banyak orang. Namun ditengah kejarannya, beliau berfikir bagaimana jika nanti maling itu bertobat dan Allah mengampuni dosanya sedang dosa beliau tidak diampuni oleh Allah, beliau urungkan niat itu.
Penuh keputusasaan beliau mencari, ternyata sulit mencari orang yang lebih hina ketimbang dirinya. Di tengah jalan terlihatlah seekor anjing penuh kudisan. Beliau hampiri anjing kurus itu namun anjing justru berlari dan menjauh, beliau ambil sepotong roti dan memberikannya pada anjing yang lapar itu. Anjing itu mendekat dan perlahan menjadi nurut dengan Sayidina Adenan sang pemberi roti. Dibawalah anjing itu ke hadapan sang ayah, namun di perjalanan beliau berpikir “anjing ini nurut sekali dengan siapa yang memberinya makan, sedang aku pada Allah yang memberiku hidup tidak setaat ini..” walhasil beliau melepaskan anjing itu.
Tepat menjelang subuh beliau pulang dan menangis dihadapan sang Ayah, beliau berkata tidak menemukan manusia dan hewanpun yang lebih jelek ketimbang dirinya. Mendengar cerita itu sang Ayah puas dan megizinkan dengan ridho sang anak berdakwah dikota Aden.
Kota Aden yang terkenal maju dan ketat penjagaan oleh askar, tidak sembarang orang bisa masuk dan tinggal di kota itu apalagi mengajar, karena di kota itu telah banyak para Syekh dan alim ulama. Setibanya di gerbang kota, satu persatu orang yang akan masuk diperiksa oleh para askar dan ditanya keperluannya apa. Tibalah giliran sayidina adenan untuk ditanya dan beliau menjawab keperluannya untuk mengajar di kota Aden. Para askar tertawa Karena di kota aden telah banyak ustadz dan ulama yang mumpuni dan tidak lagi menerima pengajar baru, mereka melarang beliau untuk masuk ke kota Aden.
Rupanya sayidina Adenan sangat ingin mengajar di kota Aden dan terus meminta Para Askar untuk membolehkannya masuk hingga salah seorang askar itu mengatakan akan membolehkan masuk dan mengajar di kota Aden jika mampu mendatangkan hujan susu. Sejurus kemudian Sayidian Adenan sholat dua rokaat dan berdoa maka karomah itu muncul, hujan susu melanda kota aden dan sampai saat ini peninggalan hujan susu itu tersimpan dalam botol di museum kota Aden.
Sikap memandang mulia dan Khusnudzon pada manusia ini pulalah yang pernah dipesankan oleh Romo Kyai Hamid Pasuruan pada KH. Muzzaki Syah Jember ketika beliau hendak berangkat Haji. Romo Kyai Hamid Berpesan bahwa “nanti semua orang disana sampean anggap sebagai wali walaupun sikap dan prilakunya macem-macem, yang tidak wali Cuma sampean !”.
Melihat sikap sopan, loman dan tawadhu’nya Romo Kyai hamid pada semua orang, baik yang tua maupun yang muda (sampai anak kecilpun di basani ) sikap tersebut ternyata tidak hanya berlaku di tanah suci, tapi dimanapun Romo Kyai Hamid berada. Maka tak heran beliau berada di Maqom yang agung.
Begitulah, jika perjumpaan dengan Khidir adalah indikator tingkat spiritualitas para sufi dan salikun maka syarat utama untuk dapat jumpa dan kenal dengan Khidir adalah dengan menganggap manusia apapun kedudukannya dan tampilannya adalah sama, yang wajib dihormati tanpa beda dan tidak merasa lebih baik, lebih suci dan lebih mulia dari manusia yang lain.
Perjumpaan dengan khidir memerlukan beberapa kali perjumpaan yang “menggoda”, khidir akan dijumpai sebagai sosok aneh yang tak terduga dan itu adalah tampilan dari diri yang dijumpa hingga diri yang dijumpa memandang seluruh manusia dengan rasa kasih dan cinta tanpa beda. Jika sudah seperti itu, maka Khidir akan datang dengan rupa asli yang rupawan, berusia sekitar 35 tahun dan berjenggot sedikit tanpa berkumisan, sesuai dengan yang para Arifin ceritakan. Wallahu A’lam
Jika ada yang telah berjumpa dengan Nabi Khidir bisa bagi kisahnya ya…