Kemudian ada KH Ahmad Dahlan sang pendiri organisasi Muhammadiyah, KH Idris pendiri Pesantren Jamsaren Solo, KH Sya’ban sang ahli ilmu falak yang tersohor, KH Bisri Syamsuri, dan KH Dalhar.
Salah satu muridnya yang terkenal tetapi bukan dari kalangan ulama adalah Raden Ajeng Kartini. Karena RA Kartini inilah Kiai Sholeh Darat menjadi pelopor penerjemahan Alquran ke bahasa Jawa.
Menurut catatan cucu Kiai Sholeh Darat, RA Kartini pernah punya pengalaman tidak menyenangkan saat mempelajari Islam. Guru ngajinya memarahinya karena dia bertanya tentang arti sebuah ayat Alquran.
Kemudian ketika berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak, RA Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Kiai Shaleh Darat.
Saat itu beliau sedang mengajarkan tafsir Surah Al Fatihah. RA Kartini menjadi amat tertarik dengan Kiai Sholeh Darat. Dalam sebuah pertemuan RA Kartini meminta agar Alquran diterjemahkan karena menurutnya tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya.
Tetapi pada waktu itu penjajah Belanda secara resmi melarang orang menerjemahkan Alquran. Kiai Sholeh Darat menentang larangan ini. Beliau menerjemahkan Alquran dengan ditulis dalam huruf arab gundul (pegon) sehingga tak dicurigai penjajah.
Kitab tafsir dan terjemahan Alquran ini diberi nama Kitab Faid Ar-Rahman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada RA Kartini pada saat dia menikah dengan RM Joyodiningrat, seorang Bupati Rembang.
Sebagai Wali Allah, Kiai Sholeh Darat juga dikenal memiliki karamah. Makamnya pun menjadi tujuan ziarah banyak orang. Salah seorang wali terkenal yang suka mengunjungi makamnya adalah Gus Miek (Hamim Jazuli).
Meski meninggal pada bulan Ramadhan, Haul Mbah Shaleh Darat diperingati setiap tanggal 10 Syawal di makamnya, yakni di Permakaman Bergota Semarang.
Dikisahkan bahwa suatu ketika Mbah Sholeh Darat sedang berjalan kaki menuju Semarang. Kemudian lewatlah tentara Belanda berkendara mobil.
Begitu mobil mereka menyalip Mbah Sholeh Darat, tiba-tiba mogok. Mobil itu baru bisa berjalan lagi setelah tentara Belanda memberi tumpangan kepada Mbah Shaleh Darat.
Di lain waktu, karena mengetahui pengaruh Mbah Sholeh Darat yang besar, Pemerintah Belanda coba menyogoknya. Maka diutuslah seseorang untuk menghadiahkan banyak uang kepada Mbah Sholeh, dengan harapan Mbah Sholeh Darat mau berkompromi dengan penjajah Belanda.
Mengetahui hal ini Mbah Sholeh Darat marah, dan tiba-tiba dia mengubah bongkahan batu menjadi emas di hadapan utusan Belanda itu. Namun kemudian Mbah Sholeh Darat menyesal telah memperlihatkan karomahnya di depan orang. Beliau dikabarkan banyak menangis jika mengingat kejadian ini hingga akhir hayatnya.
Kiai Sholeh Darat wafat di Semarang pada hari Jumat Wage tanggal 28 Ramadan 1321 Hijriah atau 18 Desember 1903 Masehi. Beliau dimakamkan di permakaman umum Bergota Semarang dalam usia 83 tahun.
Wallahu a’lam bishawab.