KEWALIYAN HABIB AHMAD TEMPEL YOGYA LANGSUNG DIBIMBING RASULULLAH DAN NABI KHIDIR

Diposting pada

Daftar Isi

KEWALIYAN HABIB AHMAD TEMPEL YOGYA LANGSUNG DIBIMBING RASULULLAH DAN NABI KHIDIR

Habib Ahmad Bafaqih Tempel Sleman Yogyakarta adalah seorang waliyullah. Itu semua dikarenakan kesucian hatinya, kesabaran dan akhlaknya. Beliau telah dianugerahi oleh Allah Swt berupa Futuhal ‘Arifiin, kasyaf dan ilmu ladunni, padahal beliau diriwayatkan tidak menempuh pendidikan formal.

Habib Ahmad Bafaqih pernah menuturkan kepada Abuya Habib Ahmad bin Husein Assegaf Bangil tentang asal mula Kewaliannya, ketika Abuya berkunjung ke rumah beliau.

“Yaa Habib, siapakah guru anda?,” tanya Habib Ahmad bin Husein.

“Guruku Rasulullah Saw dan Nabi Khidhir As,” jawab Habib Ahmad Bafaqih.

Hal tersebut menandakan bahwa beliau adalah seorang majdzub yang mendapat kewaliyan tanpa bersuluk.

“Bagaimana asal muasalnya habib “bisa sampai” Kepada Allah Swt?,” tanya Habib Ahmad bin Husein kemudian.

“Karena kamu yang bertanya maka aku akan menjawabnya…Kalau bukan kamu, aku tidak akan cerita. Dulunya aku orang miskin, ayahku wafat dengan meninggalkan saudari-saudari perempuan yang banyak. Aku ini orang cacat yang tidak bisa bekerja”.

“Pada suatu hari saudari-saudariku merasa kelaparan, di rumah tidak ada makanan sama sekali. Mereka meminta kepadaku untuk mencarikan makanan. Aku berpikir dari mana aku mendapatkan makanan?”. Mau usaha apa? Wong jalan saja aku harus tertatih-tatih sambil berpegangan tembok…Badanku cacat”.

“Terpaksa aku keluar rumah mencari makanan.Tidak ada orang yang kasihan kepadaku. Jangankan memberi sesuatu, menjawab salamku saja mereka enggan, karena melihat diriku yang seperti ini. Aku terus berjalan dan berjalan sampai capek”.

BACA JUGA:  Habib Syaikhon Wali Jadzab

“Aku istirahat dan duduk -duduk di Masjid Agung Jogjakarta sampai malam. Karena waktu sudah malam, penjaga Masjid itu menyuruh aku keluar dari Masjid, kalau tidak, ia akan mengunciku dari luar. Tapi aku tidak mau keluar, akhirnya aku dikunci di dalam Masjid sendirian”.

“Aku menangis dan menangis di dalam Masjid. Aku sudah putus asa dari manusia. Di tengah larut malam, aku bermunajat kepada Allah Swt:

“Tidak ada Manusia yang mau kepadaku, siapa lagi yang mau memungut diriku, selain Engkau yaa Allah…Aku mengeluh Kepada-Mu, aku Berpasrah diri Pada-Mu”, itulah Doa yang aku panjatkan kepada Allah Swt”.