DALAM MULUT GUS MIEK ADA “LAUTAN”

Diposting pada

DALAM MULUT GUS MIEK ADA “LAUTAN”

Nama lengkap beliau adalah KH. Hamim Tohari Jazuli lahir dari seorang ulama besar pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur. Gus Miek adalah putra ketiga dari enam bersaudara dari pasangan K.H Djazuli Utsman dan Nyai Rodhiyah. Beliau adalah pendiri sema’an al Quran dan jamaah Dzikrul Ghofilin.

Gus Miek Kecil

Sejak kecil Gus Miek, panggilan akrab beliau, sudah memiliki keanehan2. Beliau sering pergi dari rumah sampai Kyai Jazuli, ayah beliau, menganggap putranya hilang. Pada waktu di pesantren ayahnya, Gus Miek jarang sekali mengikuti pengajian di madrasah tetapi anehnya itu semua tidak membuat Gus Miek ketinggalan pemahaman tentang agama (kitab kuning) dengan santri2 ayah beliau.

Ketika diuji kemampuan Gus Miek dalam memahami agama malahan jauh melebihi santri2 ayahnya yg setiap hari masuk dan mengaji di madrasah. Beliau kemudian berguru pada Kyai Dalhar Watucongol, Kyai Hamid Pasuruan, dan lain2.

Semua guru dari Gus Miek tersebut telah dikenal oleh masyarakat sebagai tokoh agama yg paling berpengaruh di daerahnya.

Dalam pendidikan, terutama al Qur’an, Gus Miek untuk pertama kali dibimbing langsung oleh Sang Ibu, Nyai Rodhiyah, kemudian selanjutnya diserahkan kepada Ustadz Hamzah. Proses belajar itu tak berlangsung lama, baru mendapat satu juz, Gus Miek sudah minta khataman.

Menurut cerita, dari sekian banyak putra KH. Djazuli yang dikhatami Alfiyah dengan syukuran hanya Gus Miek saja. Ini karena Gus Miek yg jarang masuk sekolah dan lebih banyak keluyuran bisa khatam Alfiyah, tentunya ini sesuatu yg luar biasa. Selain juga untuk memotivasi Gus Miek agar lebih giat lagi.

Tapi Gus Miek masih sama seperti sebelumnya, di saat saudara dan teman2nya mengaji, Gus Miek hanya keluyuran dan bermain2 atau tidur2an di samping KH. Djazuli yg sedang mengaji.

BACA JUGA:  SYEKH SUBAKIR BABAD TANAH JAWI

Perhatian sang ayah kepada Gus Miek memang berbeda dibanding kepada putranya yang lain. KH. Djazuli hanya akan memulai mengaji jika putra2nya sudah berkumpul, dan jika tidak mau mengaji maka beliau akan marah sekali, tapi jika Gus Miek yg tidak mau mengaji, maka KH. Djazuli membiarkannya saja.

Pernah suatu ketika Gus Miek disuruh mengaji oleh sang Ayah. Tapi Gus Miek hanya memanggul kitabnya dan mengelilingi KH. Djazuli sebanyak tiga kali. Kemudian dia mengatakan bahwa dirinya telah mempelajarinya, lalu pergi. Melihat tingkah Gus Miek itu, KH. Djazuli hanya diam dan tersenyum.

Perhatian KH. Djazuli yang berbeda kepada Gus Miek ini pertama karena Gus Miek telah memasuki dunia tasawuf sejak kecil. Kedua, desakan dari Nyai Rodhiyah agar Gus Miek dibiarkan melakukan apa kehendaknya, karena sang Ibu tahu bahwa anaknya memiliki kelebihan sejak lahir. Ketiga, masukan dan pertimbangan beberapa kiai tentang keanehan Gus Miek. Dan, keempat, bukti laporan dari beberapa santri yg mengasuh Gus Miek telah menuturkan ihwal Gus Miek dalam memahami kitab.

Pada zaman beliau terdapat suatu ketetapan di organisasi Nahdhatul Ulama (NU) tentang thoriqoh. Organisasi NU menetapkan bahwa thoriqoh yg resmi dan diakui keberadaannya hanyalah thoriqoh yg mu’tabaroh artinya silsilah dari thoriqoh itu jelas sampai ke Nabi Muhammad SAW sedangkan thoriqoh yg tidak mu’tabaroh seperti thoriqohnya Sunan Kalijogo, Syaikh Siti Jenar itu tidak diakui keberadaannya.